Kamis, 07 Januari 2021

PARIWISATA BUDAYA BERBASIS MASYARAKAT: MASALAH, ANCAMAN DAN PELUANG

 

Satu-satunya cara untuk mengatasi situasi bermasalah, adalah untuk bersikap realistis ketika merencanakan CBT, dengan mempertimbangkan, batas struktural dan kultural operasional untuk memperluas partisipasi komunitas (Tosun, 2000). Partisipasi local sangat penting untuk mencapai tujuan pembangunan global berkelanjutan. Namun, keterlibatan tersebut sering melibatkan pergeseran kekuasaan dari pemerintah daerah ke aktor lokal. Selain itu, konsensus yang nyata dan kontrol lokal yang benar tidak selalu mungkin, praktis atau bahkan diinginkan oleh beberapa komunitas yang mengembangkan CBT. Perencana perlu wawasan dalam jaringan relasi kekuasaan serta dalam cara pemangku kepentingan menjalankan CBT. Juga diperlukan pendidikan dan pelatihan komunitas untuk pengembangan pariwisata secara mendasar. Komunitas lokal harus mengembangkan strategi untuk menerima dan berinteraksi dengan wisatawan serta agar menampilkan diri dan budaya mereka terlihat (Reid, 2002). Dengan menemukan keseimbangan yang tepat antara keuntungan ekonomi dan integritas budaya.

Tulisan ini dimaksudkan untuk menekankan pentingnya pemandu wisata lokal di CBT, terutama ketika produk wisata budaya ingin dikembangkan. Karena kekuatan komunikatif pariwisata, representasi warisan budaya berpengaruh langsung dan berpotensi signifikan terhadap komunitas yang sedang disajikan, diwakili dan disalahpahami. Setiap program CBT yang sukses memerlukan pemandu wisata terlatih dan, jika mungkin, oleh orang lokal. Jika pemandu berasal dari komunitas di mana kegiatan pariwisata sedang berlangsung, posisi sebagai orang dalam, memberi mereka keuntungan mengetahui kepekaan budaya. Hal ini membantu untuk menghindari beberapa masalah yang dibahas di atas. Pelatihan profesional diperlukan untuk meningkatkan keterampilan pemandu dan perhotelan, dan menyadari dilema etis yang kompleks, seperti disjunctures antara konsepsi lokal komunitas dan cara-cara di mana persepsi wisatawan terbentuk. Antropolog pariwisata dapat berperan penting dalam program ini (Salazar, 2010). Pelatihan seperti itu dapat mengatasi masalah utama dan membantu pemandu wisata untuk mengambil keputusan tentang membimbing wisatawan.

Tantangannya ialah mengembangkan bentuk pariwisata yang dapat diterima oleh berbagai kelompok kepentingan dalam komunitas dan bernilai ekonomis dan lingkungan berkelanjutan. Pemandu lokal profesional terlatih, Harus memperoleh insentif untuk pekerjaan mereka (sehingga mereka tetap termotivasi untuk tinggal), sebagai elemen kunci untuk mencapai CBT berkelanjutan. Selain memberikan Pengalaman tak terlupakan, mereka dapat berperan membantu komunitas untuk memiliki harapan lebih realistis tentang pengembangan pariwisata. Dengan cara yang sama orang-orang di Indonesia memiliki kecenderungan untuk mementingkan wisatawan dan menceritakan mitos mereka .

Kehadiran pengunjung makmur juga menciptakan kerinduan untuk perubahan berdasarkan ilusi dari "kehidupan yang baik" di luar negeri, yang juga menghasilkan ketegangan antara proyek local (Mis. modernisasi vs cagar budaya). Dengan demikian, pemandu dan antropolog sosial budaya harus mampu untuk mengubah banyak tantangan yang dihadapi CBT menjadi peluang berharga dan membangun peka budaya.

BERSAMBUNG KLIK DISINI

Tidak ada komentar:

Posting Komentar